Pada dasarnya, berbohong hukumnya haram,
tetapi dalam keadaan tertentu, Islam memberikan kelonggaran. Rasulullah SAW menyatakan, seseorang yang
berbohong dengan niat ingin mendamaikan orang lain atau untuk tujuan kebaikan
dalam masyarakat, dia tidak dianggap berbohong, jadi hukumnya boleh, bahkan
bisa hukumnya jadi wajib berbohong bila tujuannya untuk menyelamatkan jiwa
sesorang.
Berbohong menurut pandangan Islam
berdasarkan Al Qur’an dan Hadis:
Dari salah satu hadits :
HR. Bukhari Muslim dari Ibnu
Mas’ud: “Kejujuran menuntun pada kebajikan, kebajikan dapat menghantarkan ke
surga. Sesungguhnya kebohongan itu menyeret manusia pada kejahatan , sedang
kejahatan itu dapat menyeret pada neraka.” (berbohong hukumnya haram).
ü Bohong
Adalah Sifat Orang Munafik
Hadits Nabi Muhammad SAW
Tentang Orang-Orang Munafik “Tanda orang-orang munafik itu ada tiga keadaan.
Pertama, apabila berkata-kata ia berdusta. Kedua, apabila berjanji ia
mengingkari. Ketiga, apabila diberikan amanah (kepercayaan) ia
mengkhianatinya”.(Hadist Riwayat Bukhari dan Muslim).
ü Bohong
Yang Dibolehkan
Dalil-dalil di atas menunjukan
dengan tegas bagaimana kecaman Islam terhadap kebohongan dan orang-orang yang
melakukannya. Namun demikian Rasulullah SAW memberikan pengecualian terhadap
tiga kebohongan yang boleh (mubah) dilakukan oleh seorang muslim
v Hadits-hadits
shahih tentang bolehnya berbohong pada kasus-kasus tertentu :
1. Hadits Ummu Kultsum:
عن أم
كلثوم بنت عقبة أخبرته : أنها سمعت رسول الله صلى الله عليه و سلم يقول : ليس
الكذاب الذي يصلح بين الناس فينمي خيرا أو يقول خيرا
Artinya:
Dari Ummu Kultsum binti Uqbah
mengabarkan bahwa dia mendengar Rasulullah صلى الله
عليه وسلم bersabda: “Bukanlah pendusta orang yang mendamaikan antara
manusia (yang bertikai) kemudian dia melebih-lebihkan kebaikan atau berkata
baik”. [Muttafaqun 'Alaih].
Di dalam riwayat Al Imam Muslim
ada tambahan:
ولم
أسمع يرخص في شيء مما يقول الناس كذب إلا في ثلاث الحرب والإصلاح بين الناس وحديث
الرجل امرأته وحديث المرأة زوجها
Artinya:
“Dan aku (Ummu Kultsum) tidak
mendengar bahwa beliau memberikan rukhsah (keringanan) dari dusta yang
dikatakan oleh manusia kecuali dalam perang, mendamaikan antara manusia,
pembicaraan seorang suami pada istrinya dan pembicaraan istri pada suaminya“.
2. Hadits Asma’ binti Yazid
عَنْ
أَسْمَاءَ بِنْتِ يَزِيدَ قَالَتْ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- «
لاَ يَحِلُّ الْكَذِبُ إِلاَّ فِى ثَلاَثٍ يُحَدِّثُ الرَّجُلُ امْرَأَتَهُ
لِيُرْضِيَهَا وَالْكَذِبُ فِى الْحَرْبِ وَالْكَذِبُ لِيُصْلِحَ بَيْنَ النَّاسِ
». وَقَالَ مَحْمُودٌ فِى حَدِيثِهِ « لاَ يَصْلُحُ الْكَذِبُ إِلاَّ فِى ثَلاَثٍ
». قَالَ أَبُو عِيسَى هَذَا حَدِيثٌ حَسَنٌ لاَ نَعْرِفُهُ مِنْ حَدِيثِ
أَسْمَاءَ إِلاَّ مِنْ حَدِيثِ ابْنِ خُثَيْمٍ.
Artinya:
Dari Asma’ binti Yazid dia
berkata: Rasulullah صلى الله عليه وسلم
bersabda: “Bohong itu tidak halal kecuali dalam tiga hal (yaitu) suami pada
istrinya agar mendapat ridho istrinya, bohong dalam perang, dan bohong untuk
mendamaikan diantara manusia”.
v Tiga
Keadaan Seseorang Boleh Berbohong
Dari Ummu Kultsum RA ia berkata:”Saya
tidak pernah mendengar Rasulullah SAW memberi kelonggaran berdusta kecuali
dalam tiga hal: [1] Orang yang berbicara dengan maksud hendak mendamaikan, [2]
orang yang berbicara bohong dalam peperangan dan [3] suami yang berbicara
dengan istrinya serta istri yang berbicara dengan suaminya (mengharapkan
kebaikan dan keselamatan atau keharmonisan rumah tangga)”. (HR. Muslim)
Tidak mungkin dapat diterima jika orang
yang hendak mendamaikan pihak-pihak yang berselisih menyampaikan apa yang oleh
satu pihak kepada pihak lain. Itu pasti akan lebih mengobarkan api yang sedang
menyala. Ia harus berusaha meredakan suasana, jika perlu ia boleh
menambah-nambah dengan berbagai perkataan yang manis dan tidak menyebut cercaan
atau umpatan pihak yang satu terhadap pihak yang lain.
Dalam suasana perang pun tidak masuk akal
jika orang memberi informasi kepada musuh, membuka rahasia pasukannya sendiri,
atau memberitahu musuh tentang informasi-informasi yang mereka butuhkan.
Rasulullah SAW bersabda, “Perang itu adalah tipu daya”
Demikian pula, tidak bijaksana jika
seorang istri berkata terus terang kepada suaminya tentang perasaan kasih
sayangnya terhadap lelaki lain sebelum pernikahannya dengan suami sekarang
padahal perasaan itu sendiri sudah hilang ditelan waktu.Atau pun suami
mengkritik secara terbuka makanan yang dengan susah payah dimasakan oleh
istrinya bahwa ini tidak enak, kurang sedap, atau terlalu asin misalnya.. Akan
lebih bijaksana jika suami mengatakan makanan ini sangat lezat (meskipun pada
kenyataannya memang enak) hanya saja mungkin perlu tambahan ini dan itu.
sumber : Google
0 komentar:
Posting Komentar